Selasa, 04 November 2014

PAHALA BUAT SEORANG ISTRI

Sekali suami minum air yang disediakan oleh istrinya adalah lebih baik dari pada berpuasa setahun.

Makanan yang disediakan oleh istri kepada suaminya lebih baik dari pada istri itu mengerjakan haji dan umroh.

Mandi junub si istri disebabkan jimak oleh suaminya lebih baik baginya daripada mengorbankan 1.000 ekor kambing sebagai sedekah kepada fakir miskin

Apabila istri hamil ia dicatatkan sebagai seorang syahid dan khidmat kepada suaminya sebagai jihad.

Pemeliharaan anak yang baik terhadap anak-anak adalah menjadi benteng neraka,pandangan yang baik dan harmonis terhadap suami adalah menjadi tasbih (dzikir).

Tidak akan putus ganjaran dari Allah kepada seorang istri yang siang dan malamnya menggembirakan suaminya.

Apabila meninggal dunia seorang dan suaminya ridha niscaya ia masukan ke surga.(HR.Tarmidzi)

Seseorang wanita apabila ia mengerjakan shalat yang difardhukan diatas,berpuasa pada bulan ramadhan,menjaga kehormatan dirinya dan taat kepada suaminya maka berhaklah ia masuk surga dari mana-mana pintu yang ia suka.

SUBHANALLAH....

Minggu, 07 September 2014

 
Membangun Keluarga Sakinah Menggunakan 4-Ta

Keluarga sakinah mawaddah wa rahmah adalah idaman seluruh keluarga muslim. Itu pula tujuan pernikahan yang disebutkan Allah dalam Surat Ar Rum ayat 21. Bagaimana membangun keluarga sakinah mawaddah wa rahmah? Rumus 4-Ta ini insya Allah bisa kita terapkan bersama.

1. Ta’aruf
Ta’aruf artinya adalah saling mengenal. Untuk membangun keluarga sakinah mawaddah wa rahmah, suami istri perlu saling mengenal satu sama lain. Ta’aruf (nadhar) menjelang pernikahan adalah bagian dari proses ini. Namun, ta’aruf itu belum cukup. Sering kali suami istri baru dapat mengenal lebih dalam setelah sekian lama menjalani kehidupan berkeluarga.

Ta’aruf di sini bukan hanya mengenal bahwa istri kita berasal dari kota A, berpendidikan B, memiliki latar belakang C. Tetapi juga sampai pada mengenal karakternya, sifat-sifatnya, apa yang disukai dan apa yang tidak disukainya.

Dalam sesi “quis keluarga romantis” saya menemukan, tidak semua suami mengenal istrinya dengan baik. Mulai dari ukuran sepatu, warna baju favorit, hingga makanan favorit. Bahkan, ada pula suami yang tidak tahu ukuran baju istrinya, meskipun pilihannya hanya S, M, L dan XL.

Mengenal dengan baik adalah modal awal untuk langkah berikutnya. Pernah terjadi dalam keluarga, suami membelikan hadiah baju kepada istrinya. Niatnya baik, tetapi ukurannya keliru, motifnya tidak disuka. Istrinya tidak mau makai dan minta baju itu ditukar. Sang suami marah, lalu terjadilah pertengkaran. Dan seringkali, pertengkaran dalam rumah tangga karena hal-hal kecil akibat kurangnya ta’aruf seperti ini.

2. Tafahum
Setelah saling mengenal, maka suami istri perlu saling memahami; tafahum. Karena ia tahu suaminya tidak suka pedas, maka istri tidak memasakkan makanan pedas. Atau ia memasak dalam dua versi; yang pedas untuknya, yang tidak pedas untuk suaminya. Karena mengenal dengan baik bahwa istrinya tidak suka suami menyebut-nyebut masa lalunya, maka suami tidak melakukannya.

Tafahum membuat kehidupan suami istri menjadi lebih dekat dengan sakinah (ketenangan, kedamaian, kebahagiaan). Istri yang mengenal baik suaminya, memahaminya, ia tidak menuntut sesuatu di luar kemampuan suaminya. Ia bersyukur atas karunia Allah yang dianugerahkan kepada mereka. Pun suami, ia memahami istrinya ia tidak akan marah kepada istri atas kesalahan kecil yang dilakukannya, mengingat begitu banyaknya perannya sebagai istri dan sebagai ibu.

Ada suami yang kadang camsh.com tidak memahami bahwa istrinya suatu saat juga bisa lelah karena seharian membersamai anak-anak, belum ditambah aktif dalam dakwah, lalu memaksa istri untuk masak. Suami tidak mau makan kecuali masakan istri. Ini sungguh memberatkan. Padahal kalau satu dua kali tidak masak dan makan di luar atau beli makanan sebenarnya tidak masalah.

3. Ta’awun
Untuk mewujudkan keluarga sakinah mawaddah wa rahmah, ta’awun adalah keniscayaan. Suami istri harus saling menolong. Saling menolong agar semakin kokoh dalam kebaikan, semakin kokoh dalam ketaatan. Jika suami belum bangun di akhir malam, istri yang membangunkannya. Jika istri suka marah, suami yang mengingatkannya.

Dalam pekerjaan sehari-hari, ta’awun juga mutlak diperlukan. Sebuah keluarga yang tidak memiliki khadimat (pembantu), suami istri perlu berbagi tugas. Mungkin istri yang menyapu, suami yang mengepel. Istri yang memasak, suami yang memandikan anak. Dan seterusnya.
Dengan ta’awun, suami istri laksana burung yang terbang dengan dua sayap. Ke manapun mereka bisa. Setinggi apa pun mereka mampu, insya Allah. Maka kita lihat betapa banyak keluarga yang bertumbuh pesat baik dalam cinta, finansial, dan pendidikan karena suami istri mengedepankan ta’awun dalam rumah tangga.

4. Takaful
Takaful (saling menanggung beban) adalah rumus berikutnya untuk membangun sakinah mawaddah wa rahmah. Kita sadar, setiap keluarga pasti memiliki tantangan dan memiliki beban. Beban itu berat jika dipikul sendiri, tetapi terasa ringan jika dipikul bersama.
Implementasi takaful dalam kehidupan suami istri diawali dengan keterbukaan untuk menyampaikan persoalan. Istri sharing, suami mendengarkan. Suami menceritakan masalah yang dihadapinya, istri menyimaknya.

Lalu mereka saling memberikan penguatan, memotivasi, dan mengambil tindakan untuk meringankan beban kekasihnya sekaligus mendoakannya. Ungkapan khas dari takaful adalah “Sayang, apa yang perlu aku lakukan untuk meringankan masalah ini.” Jadi fokusnya adalah solusi, bukan masalah. Apapun masalah yang dihadapi, yakin ada solusi. Sebesar apapun masalah datang, yakin ada pertolongan Allah yang Maha Besar. keluargacintacom

Wallahu a’lam bish shawab

Sabtu, 28 Juni 2014

Jadilah Seperti Pensil

Seorang anak bertanya kepada neneknya yang sedang menulis sebuah surat.

“Nenek lagi menulis tentang pengalaman kita ya? atau tentang aku?”

Mendengar pertanyaan si cucu, sang nenek berhenti menulis dan berkata kepada cucunya,

“Sebenarnya nenek sedang menulis tentang kamu, tapi ada yang lebih penting dari isi tulisan ini yaitu pensil yang nenek pakai. Nenek harap kamu bakal seperti pensil ini ketika kamu besar nanti”, ujar si nenek lagi.Mendengar jawaban ini, si cucu kemudian melihat pensilnya dan bertanya kembali kepada si nenek ketika dia melihat tidak ada yang istimewa dari pensil yang nenek pakai.

“Tapi nek, sepertinya pensil itu sama saja dengan pensil yang lainnya”, Ujar si cucu.

Si nenek kemudian menjawab,

“Itu semua tergantung bagaimana kamu melihat pensil ini. Pensil ini mempunyai 5 kualitas yang bisa membuatmu selalu tenang dalam menjalani hidup, kalau kamu selalu memegang prinsip-prinsip itu di dalam hidup ini”,

Si nenek kemudian menjelaskan 5 kualitas dari sebuah pensil.

    pertama:

    pensil mengingatkan kamu kalau kamu bisa berbuat hal yang hebat dalam hidup ini. Layaknya sebuah pensil ketika menulis, kamu jangan pernah lupa kalau ada tangan yang selalu membimbing langkah kamu dalam hidup ini. Kita menyebutnya Allah, Dia akan selalu membimbing kita menurut kehendakNya”.

    kedua:

    dalam proses menulis, nenek kadang beberapa kali harus berhenti dan menggunakan rautan untuk menajamkan kembali pensil nenek. Rautan ini pasti akan membuat si pensil menderita. Tapi setelah proses meraut selesai, si pensil akan mendapatkan ketajamannya kembali. Begitu juga dengan kamu, dalam hidup ini kamu harus berani menerima penderitaan dan kesusahan, karena merekalah yang akan membuatmu menjadi orang yang lebih baik”.

    ketiga:

    pensil selalu memberikan kita kesempatan untuk mempergunakan penghapus, untuk memperbaiki kata-kata yang salah. Oleh karena itu memperbaiki kesalahan kita dalam hidup ini, bukanlah hal yang jelek. Itu bisa membantu kita untuk tetap berada pada jalan yang benar”.

    keempat:

    bagian yang paling penting dari sebuah pensil bukanlah bagian luarnya, melainkan arang yang ada di dalam sebuah pensil. Oleh sebab itu, selalulah hati-hati dan menyadari hal-hal di dalam dirimu”.

    kelima:

    sebuah pensil selalu meninggalkan tanda/goresan…
    Seperti juga kamu, kamu harus sadar kalau apapun yang kamu perbuat dalam hidup ini akan tinggalkan kesan. Oleh karena itu selalulah hati-hati dan sadar terhadap semua tindakan”

Kamis, 26 Juni 2014

 
‘‘NASIHAT SINGKAT, SESINGKAT UMUR KITA’’

⊙ ‘‘ Hiduplah engkau seberapa pun lamanya, Namun engkau pasti akan mati.’’

⊙ ‘‘Cintailah siapa pun yang engkau suka, Namun engkau pasti akan berpisah.’’

⊙ ‘‘ Berbuatlah semaumu, Namun engkau akan menerima balasannya. ’’

⊙ ‘‘Barang siapa ridha dengan rezeki yang Allah SWT telah berikan, Maka ia akan tenang didunia dan akhirat.’’

⊙ ‘‘Barang siapa dapat menundukkan nafsu syahwatnya, Maka ia menjadi orang yang mulia didunia dan di akhirat.’’

⊙ ‘‘Barang siapa merasa cukup, Sehingga tidak mengharap pemberian orang lain, Maka dia akan
selamat didunia dan diakhirat.’’

⊙ ‘‘Barang siapa dapat memelihara lisannya, Maka dia akan selamat didunia dan diakhirat.’’

■ ‘‘Sesungguhnya berita yang akan disampaikan oleh bumi ialah bumi menjadi saksi terhadap semua perbuatan manusia,
sama antara lelaki ataupun perempuan terhadap apa yang mereka
lakukan di atasnya.

Bumi akan berkata; ‘‘Dia telah melakukan hal itu dan hal
ini pada hari itu dan ini.
Itulah berita yang akan diberitahu oleh bumi.’’
(H.R. Tirmizi)

semoga kita benar-benar memanfaatkan umur dan waktu sebaik-baiknya,dalam hal kebaikan. Sehingga jadi balasan pahala.
Aaamiin...

Ya Allah,
Ampunilah semua dosa-dosa kami, baik sengaja atau pun tidak, berkahilah kami, ramahtilah kami, berikanlah kami hidayah-Mu agar kami senantiasa dekat kepada-Mu hingga akhir hayat nanti serta sampaikanlah umur kami dan keluarga kami kepada bulan Ramadhan .

Aamiin ya Rabbal'alamin

Sabtu, 23 November 2013

"Didiklah anakmu sesuai dengan jamannya, Karena mereka hidup bukan di jamanmu"
Itulah quote tekenal dari Ali Bin Abi Thalib RA, khalifah ke-4 umat islam yang terkenal dengan kepintaran, kejujuran dan juga kesetiaannya terhadap Rasulullah SAW.
 Seperti sudah kita pahami bahwasannya mendidik dan membesarkan anak adalah amanah dari Allah SWT yang harus dijalankan dengan sebaik-baiknya. Banyak hal yang harus diperhatikan untuk menentukan pola pendidikan yang terbaik bagi masing-masing anak, apalagi mereka tidak hidup di jaman dahulu.
Menurut Ali bin Abi Thalib Ra. ada tiga pengelompokkan dalam cara memperlakukan anak:

Kelompok 7 tahun pertama (usia 0-7 tahun), perlakukan anak sebagai raja.
Kelompok 7 tahun kedua (usia 8-14 tahun), perlakukan anak sebagai tawanan.
Kelompok 7 tahun ketiga (usia 15-21 tahun), perlakukan anak sebagai sahabat.

ANAK SEBAGAI RAJA (Usia 0-7 tahun) 
 Melayani anak dibawah usia 7 tahun dengan sepenuh hati dan tulus adalah hal terbaik yang dapat kita lakukan. Banyak hal kecil yang setiap hari kita lakukan ternyata akan berdampak sangat baik bagi perkembangan prilakunya, misalnya : Bila kita langsung menjawab dan menghampirinya saat ia memanggil kita- bahkan ketka kita sedang sibuk dengan pekerjaan kita - maka ia akan langsung menjawab dan menghampiri kita ketika kita memanggilnya. Saat kita tanpa bosan mengusap punggungnya hingga ia tidur, maka kelak kita akan terharu ketika ia memijat atau membelai punggung kita saat kita kelelahan atau sakit. Saat kita berusaha keras menahan emosi di saat ia melakukan kesalahan sebesar apapun, lihatlah dikemudian hari ia akan mampu menahan emosinya ketika adik/ temannya melakukan kesalahan padanya. Maka ketika kita selalu berusaha sekuat tenaga untuk melayani dan menyenangkan hati anak yang belum berusia tujuh tahun, insya Allah ia akan tumbuh menjadi pribadi yang menyenangkan, perhatian dan bertanggung jawab. Karena jika kita mencintai dan memperlakukannya sebagai raja, maka ia juga akan mencintai dan memperlakukan kita sebagai raja dan ratunya.

ANAK SEBAGAI TAWANAN (usia 8-14 tahun) 
 Kedudukan seorang tawanan perang dalam Islam sangatlah terhormat, Ia mendapatkan haknya secara proporsional, namun juga dikenakan berbagai larangan dan kewajiban. Usia 7-14 tahun adalah usia yang tepat bagi seorang anak bagi seorang anak untuk diberikan hak dan kewajiban tertentu. Rasulullah SAW mulai memerintahkan seorang anak untuk sholat wajib pada usia 7 tahun, dan memperbolehkan kita memukul anak tersebut (atau menghukum dengan hukuman seperlunya) ketika ia telah berusia 10 tahun namun meninggalkan sholat. Karena itu usia 7-14 tahun adalah saat yang tepat dan pas bagi anak-anak kita untuk diperkenalkan dan diajarkan tentang hal-hal yang terkait dengan hukum-hukum agama, baik yang diwajibkan maupun yang dilarang, seperti:
Melakukan sholat wajib 5 waktu
Memakai pakaian yang bersih, rapih dan menutup aurat
Menjaga pergaulan dengan lawan jenis
Membiasakan membaca Al-Qur'an
Membantu pekerjaan rumah tangga yang mudah dikerjakan oleh anak seusianya
Menerapkan kedisiplinan dalam kegiatan sehari-hari
Reward dan punishment (hadiah/penghargaan/pujian dan hukuman/teguran) akan sangat pas diberlakukan pada usia 7 tahun kedua ini, karena anak sudah bisa memahami arti dari tanggung jawab dan konsekuensi. Namun demikian, perlakuan pada setiap anak tidak harus sama kerena every child is unique (setap anak itu unik)

ANAK SEBAGAI SAHABAT (usia 15-21 tahun) 
 Usia 15 tahun adalah usia umum saat anak menginjak akil baligh. Sebagai orang tua kita sebaiknya memposisikan diri sebagai sahabat dan memberi contoh atau teladan yang baik seperti yang diajarkan oleh Ali bin Abi Thalib Ra.
 Berbicara dari hati ke hati 
Inilah saat yang tepat untuk berbicara dari hati ke hati dengannya, menjelaskan bahwa ia sudah remaja dan beranjak dewasa. Perlu dikomunikasikan bahwa selain mengalami perubahan fisik, Ia juga akan mengalami perubahan secara mental, spiritual, sosial, budaya dan lingkungan, sehingga sangat mungkin akan ada masalah yang harus dihadapinya. Paling penting bagi kita para orang tua adalah kita harus dapat membangun kesadaran pada anak-anak kita bahwa pada usia setelah akil baligh ini, ia sudah memiliki buku amalannya sendiri yang kelak akan ditayangkan da diminta pertanggungjawabannya oleh Allah SWT.
 Memberi Ruang Lebih
Setelah memasuki usia akil Baligh, anak perlu memiliki ruang agar tidak merasa terkekang, namun tetap dalam pengawasan kita. Controlling tetap harus dilakukan tanpa bersikap otoriter dan tentu saja diiringi dengan berdo'a untuk kebaikan dan keselamatannya. Dengan demikian anak akan merasa penting, dihormati, dicintai, dihargai dan disayangi. Selanjutnya, Ia akan merasa percaya diri dan mempunyai kepribadian yang kuat untuk selalu cenderung pada kebaikan dan menjauhi perilaku buruk.
Mempercayakan tanggung jawab yang lebih berat. 
Waktu usia 15- 21 tahun ini penting bagi kita untuk memberinya tanggung jawab yang lebih berat dan lebih besar, dengan begini kelak anak-anak kita dapat menjadi pribadi yang cekatan, mandiri, bertanggung jawab dan dapat diandalkan. Contoh pemberian tanggung jawab pada usia ini adalah seperti memintanya membimbing adik-adiknya, mengerjakan beberapa pekerjaan yang biasa dikerjakan oleh orang dewasa, atau mengatur jadwal kegiatan dan mengelola kuangannya sendiri
 Membekali anak dengan keahlian hidup.
Rasulullah SAW bersabda, "Ajarilah anak-anak kalian berkuda, berenang dan memanah" (Riwayat sahih Imam Bukhari dan Imam Muslim) Secara harfiah, olah raga berkuda, berenang dan memanah adalah olah raga yang sangat baik untuk kebugaran tubuh. Sebagian menafsirkan bahwa berkuda dapat pula diartikan mampu mengendarai kendaraan (baik kendaraan darat, laut, udara). Berenang dapat disamakan dengan ketahanan dan kemampuan fisik yang diperlukan agar menjadi muslim yang kuat. Sedangkan memanah dapat pula diartikan sebagai melatih konsentrasi dan fokus pada tujuan.

Senin, 22 Juli 2013

Terlahir dengan nama DADANG ANDY BINARKO
 RIWAYAT PENDIDIKAN
 MI PSM KEBONAGUNG LULUS TAHUN 1992













MTsN 2 KEDIRI LULUS TAHUN 1996












STM AL HUDA KEDIRI LULUS TAHUN 1999
 JURUSAN LISTRIK

















UNIVERSITAS ISLAM KADIRI LULUS TAHUN 2005
 ELEKTRONIKA

Minggu, 21 Juli 2013

5 Hal yang Tidak Boleh Diucapkan Orangtua Kepada Anak

5 Hal yang Tidak Boleh Diucapkan Orangtua Kepada Anak

Bukan rahasia lagi, orangtua harus memperhatikan cara mereka berkomunikasi dengan anak-anak mereka. Apa yang kita katakan — dan cara kita mengatakannya — adalah masalah penting. Cara komunikasi orangtua akan memberi dampak pada hubungan orangtua-anak dalam jangka panjang.

Kalimat sederhana yang keluar dari mulut orangtua saat sedang frustrasi dapat berdampak besar.

"Kata-kata bisa menyakitkan dan tidak bisa ditarik ulang, jadi berhati-hatilah," ujar Debbie Pincus, seorang terapis, pembimbing orangtua dan penulis "The Calm Parent: AM & PM".

"Kita manusia. Kehidupan kita gila-gilaan dan kadang kita tidak memberikan waktu beristirahat dan berpikir kepada diri sendiri," ujar Pincus. “Hanya berhati-hatilah dan bertanggung jawab, dengan siapa pun kita berbicara."

Berikut ini lima hal yang tidak boleh diucapkan orangtua kepada anak mereka.

"Aku tidak peduli."
Anak kecil senang bercerita tentang segala sesuatu. Tentang pembicaraan mereka dengan teman-temannya, bentuk awan yang mereka rasa mirip dengan ular laut, alasan mereka menekan seluruh isi pasta gigi ke dalam bak mandi.

Tetapi terkadang orangtua tidak ingin mendengarkan mereka. Jangan pernah mengatakan Anda tidak peduli dengan cerita mereka. Itu akan membuat anak-anak merasa tidak penting dan menghilangkan rasa percaya.

SARAN: Beritahulah anak Anda bahwa masalah itu bisa dibahas di lain waktu, ketika Anda dapat fokus pada pembicaraan sang anak. Tetapi jangan ingkar janji. Jangan lupa membahas.

“Kamu kan sudah besar!"
Putri Anda berusia 7 tahun tapi masih bertingkah selayaknya anak umur 3. Jangan pernah menyalahkan tingkahnya sembari mengatakan “Kamu kan sudah besar!” Ini akan membuat anak-anak merasa dikritik padahal mereka bisa saja sedang punya masalah dan butuh bantuan untuk menyelesaikannya.

SARAN: “Ketika Anda hendak bereaksi, ambillah jeda waktu sebentar,” kata Pincus. Pikirkan matang-matang dampak perkataan Anda, jadi bukan asal reaksi spontan. Jeda membantu menurunkan adrenalin sehingga otak bisa berpikir tanpa emosi.

"Minta maaf!"
Anak Anda merebut mainan temannya dan membuatnya menangis. Anda langsung memerintahkan sang anak untuk meminta maaf atas tindakannya. Anda memang bermaksud mulia, tetapi memaksa anak untuk meminta maaf tidak mengajari mereka kemampuan sosial, kata Bill Corbett, penulis buku dan pendidik.

Anak kecil tidak dapat langsung mengerti kenapa mereka harus meminta maaf. Bila selalu disuruh, mereka bisa saja makin lambat memahami alasan meminta maaf bila telah melakukan tindakan buruk

SARAN: Minta maaflah kepada anak kecil yang dibuat menangis oleh anak Anda, sehingga pada saat bersamaan Anda memberi dia contoh bagus kelakuan yang ingin ditanamkan.

"Masak nggak bisa juga?"
Anda mengajari anak menangkap bola lima kali berturut-turut, dan dia belum mahir juga. Atau, ketika belajar soal matematika, dia tak kunjug paham. Anda pun langsung bertanya “Masak nggak bisa juga?” Komentar ini akan menjatuhkan mental mereka.

Sebab, sebagaimana dikatakan pakar pembelajaran Jill Laurean, anak-anak akan menangkap pertanyaan itu dengan berbeda. Mereka akan mengira Anda bertanya “Kenapa nggak bisa juga? Apa yang salah dengan kamu sehingga nggak bisa?”

SARAN:
 Ambil waktu istirahat. Jika Anda sudah tidak tahu cara lain mengajari anak mengenai sesuatu, berhentilah. Lanjutkan pelajaran ketika Anda sudah siap untuk mencobanya lagi, mungkin setelah mencari pendekatan lain untuk mengajar apa pun yang sedang dipelajari anakmu.

"Ditinggal ya!"
Anak Anda menolak meninggalkan toko mainan atau taman, sementara Anda telat janjian. Jadi Anda memberikan ultimatum untuk menakut-nakuti dia: "Ditinggal ya!" Untuk anak yang masih kecil, ketakutan ditinggalkan orangtua adalah sesuatu yang sangat nyata. Tapi apa yang terjadi saat ancaman tidak berhasil? Anak dengan cepat belajar kalau ayah atau ibu memberikan ancaman kosong.

SARAN: Jangan bilang kepada anak bahwa Anda akan meninggalkan mereka. Sebaiknya, bikin rencana perjalanan (dari toko mainan ke tempat selanjutnya) sebelum berangkat dari rumah.